Minggu, 30 Desember 2012

tanaman obat 2



alang-alang

Alang-Alang pada umumnya tumbuh liar di hutan, ladang, lapangan berumput, dan pada tepi jalan pada daerah kering yang mendapat sinar matahari. Tanaman alang-alang biasanya tumbuh tegak dengan ketinggian sekitar 30 - 180 cm, berbatang padat, dan berbuku-buku yang berambut jarang. Daun berbentuk pita, tegak, berujung runcing, tepi rata, berambut kasar dan jarang. Warna daun hijau, panjang 12-80 cm, dan lebar 5-18 mm. Perbungaan berupa bulir majemuk dengan panjang tangkai bulir 6-30 cm. Panjang bulir sekitar 3 mm, berwarna putih, agak menguncup, dan mudah diterbangkan oleh angin. Pada satu tangkai terdapat dua bulir bersusun, yang terletak diatas adalah bunga sempurna, sedang yang dibawah adalah bunga mandul. Pada pangkal bulir terdapat rambut halus yang panjang dan padat berwarna putih. Biji jorong dengan panjang sekitar 1 mm berwarna coklat tua. Akar kaku berbuku-buku dan menjalar. Tunas muda bisa dimakan dan sangat bermanfaat untuk anak-anak.

Sifat Dan Khasiat Tanaman Alang-Alang :
Rasa akar alang-alang manis, bersifat sejuk, masuk meridian paru-paru, lambung dan kandung kemih. Simplisia ini bersifat tonik, pereda demam (anti piretik), peluruh kencing (Diuretik), menyejukkan darah untuk menghentikan perdarahan (hemostatik), dan menghilangkan rasa haus. Tunas muda berkhasiat untuk peluruh kencing (Diuretik).

Kandungan Kimia Tanaman Alang-Alang :
Akar dan batang alang-alang mengandung manitol, glukosa, sakarosa, malic acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrene, cylindol A, graminone B, imperanene, stigmasterol, campesterol, beta-sitosterol, fernenol, arborinone, arborinol, isoarborinol, simiarenol, anemonin dan tanin.

Indikasi Tanaman Alang-alang :
Akar Alang-alang digunakan untuk pengobatan :
- Bengkak (Edem) karena radang ginjal akut, infeksi saluran kencing.
- Kencing sedikit
- Bengkak karena terbentur (memar)
- Perdarahan akibat panasnya darah (blood heat) seperti mimisan (epistaksis), muntah darah, batuk darah, urine berdarah.
- Wasir (hemoroid)
- Demam disertai haus, batuk, flu, sesak
- Tekanan darah tinggi (hipertensi)
- Sakit kuning (jaundice)

Bunga Alang-alang digunakan untuk mengobati :
- Batuk darah dan mimisan akibat penyakit paru.

Cara Pemakaian :
- Untuk obat yang diminum : Rebus akar alang-alang kering (15-30 g), bila menggunakan yang masih segar maka jumlahnya kira-kira 30-60 g, sedang untuk bunga sekitar 5-10 mg, dan tunas muda 5-10 g. Bisa juga akar ditumbuk dan diperas airnya, atau yang kering digiling untuk dijadikan bubuk.
- Untuk pemakaian luar : bulir bunga berikut tangkainya digiling halus dan dibubuhi pada luka atau disumbatkan ke hidung untuk menghentikan perdarahan.

alpokat

Pohon buah dari Amerika Tengah, tumbuh liar di hutan-hutan, banyak juga ditanam di kebun dan di pekarangan yang lapisan tananhnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Walau dapat berbuah di dataran rendah, tapi hasil akan memuaskan bila ditanam pada ketinggian 200-1.000 m di atas permukaan laut (dpl), pada daerah tropik dari subtropik yang banyak curah hujannya. Pohon kecil, tinggi 3-10 m, berakar tunggang, batang berkayu, bulat, warnanya coklat kotor, banyak bercabang, ranting berambut halus. Daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5 cm, kotor, letaknya berdesakan di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata kadang-kadang agak rmenggulung ke atas, bertulang rnenyirip, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, daun muda warnanya kemerahan dan berambut rapat, daun tua warnanya hijau dan gundul. Bunganya bunga majemuk, berkelamin dua, tersusun dalam malai yang keluar dekat ujung ranting, warnanya kuning kehijauan. Buahnya buah buni, bentuk bola atau bulat telur, panjang 5-20 cm, warnanya hijau atau hijau kekuningan, berbintik-bintik ungu atau ungu sarna sekali berbiji satu, daging buah jika sudah masak lunak, warnanya hijau, kekuningan. Biji bulat seperti bola, diameter 2,5-5 cm, keping biji putih kemerahan. Buah alpokat yang masak daging buahnya lunak, berlemak, biasanya dimakan sebagai es campur atau dibuat juice. minyaknya digunakan antara lain untuk keperluan kosmetik. Perbanyakan dengan biji, cara okulasi dan cara enten. 

Nama Lokal :
Apuket, alpuket, jambu wolanda (Sunda), apokat, avokat,; plokat (Jawa). apokat, alpokat, avokat, advokat (Sumatera); 

Penyakit Yang Dapat Diobati :
Sariawan, melembabkan kulit kuring, kencing batu, sakit kepala; Darah tinggi (Hipertensi), nyeri saraf (neuralgia), nyeri lambung,; Saluran napas membengkak (bronchial swellings), sakit gigi,; Kencing manis (diabetes melitus), menstruasi tidak teratur.;
Pemanfaatan :
Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS : Daun: Rasa pahit, kelat. Peluruh kencing. Biji : Anti radang, menghilangkan sakit. KANDUNGAN KIMIA: Buah dan daun mengandung saponin, alkaloida dan flavonoida, Buah juga mengandung tanin dan daun mengandung polifenol, quersetin, gula alkohot persiit.
Alpukat termasuk buah-buahan yang mengandung lemak tinggi (sekitar 6,5 %), tetapi lemak tersebut adalah lemak tak jenuh tunggal oleat, yang lazim disebut omega-9. Lemak jenis ini mampu menurunkan kadar kolesterol jahat secara efektif. Selain itu, efektivitas alpukat menurunkan kadar kolesterol juga dipicu kandungan serat yang tinggi. Serat larut dalam alpukat mampu menyerap kelebihan kolesterol jahat dan membuangnya bersama sampah makanan.
Sebuah alpukat ukuran sedang mengandung serat sebanyak 10 gram. Menyantapnya sebuah saja sudah memenuhi 40% kebutuhan tubuh sehari.
Buah alpukat kaya akan mineral yang seluruhnya berguna untuk mengatur fungsi tubuh dan menstimulasi pertumbuhannya. Sebagai contoh, zat besi dan tembaga yang dikandungnya membantu proses regenerasi sel darah merah dan mencegah anemia. Buah alpukat juga merupakan sumber vitamin A, B, C, dan E yang berperan vital mengatur fungsi-fungsi organ tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun alpukat bersifat anti bakteri. Daun alpukat mampu menghambat pertumbuhan beberapa spesies bakteri seperti Staphylococcus sp.Pseudomonas sp.Eschericia sp., dan Bacillus sp. Dalam farmakologi Cina dan pengobatan tradisional lain diketahui bahwa biji alpukat bersifat anti radang dan analgesik.

ALPUKAT UNTUK PENYEMBUHAN PENYAKIT

  • Jus Alpukat
    Hipertensi.  Tiga lembar daun alpukat dicuci hingga bersih, lalu diseduh dengan segelas air panas. Setelah dingin, diminum sekaligus. Cara lain bisa dengan membuat jus alpukat: siapkan dua buah alpukat (360 gram), keruk dagingnya. Setelah itu campur dengan 200 ml susu kedelai manis dingin, 200 gr es serut, dan 4 sendok makan susu kental manis putih.
  • Sariawan. Daging buah alpukat yang sudah masak ditambahkan dengan 2 sendok makan madu murni, diaduk merata lalu dimakan. Lakukan setiap hari hingga sembuh.
  • Darah tinggi, sakit kepala. Tiga lembar daun alpukat dicuci bersih lalu diseduh dengan segelas air panas. Minum setelah dingin.
  • Kulit muka kering. Daging buah dilumat sampai seperti bubur. Poles muka dengan lumatan tersebut sebagai masker. Muka dibasuh dengan air setelah “masker” tersebut mengering.
  • Sakit gigi berlubang. Lubang pada gigi dimasuki biji alpukat.
  • Bengkak karena peradangan. Bubuk dari biji alpukat secukupnya ditambah sedikit air sampai menjadi adonan menyerupai bubur. Balurkan ke bagian tubuh yang sakit.
  • Kencing batu. Daun alpukat 4 lembar, 3 rimpang teki, 5 tangkai daun randu, 1/2 biji pinang, 1 buah pala, 3 jari gula enau, dicuci lalu direbus dengan 3 gelas air hingga tersisa dua setengah gelas. Setelah dingin, disaring. Minum 3 kali 3/4 gelas.
  • Kencing manis. Biji dipanggang di atas api, dipotong kecil-kecil kemudian digodok dengan air sampai airnya menjadi cokelat. Saring dan minum setelah dingin.
  • Nyeri saraf, nyeri lambung, saluran napas bengkak, dan menstruasi tidak teratur. Daun 3-6 lembar diseduh atau direbus, kemudian diminum.
andong

Hanjuang (Cordyline) atau andong (bahasa Jawa) merupakan sekelompok tumbuhan monokotil berbatang yang sering dijumpai di taman sebagaitanaman hias. Marga Cordyline memiliki sekitar 15 jenis. Sistem APG II memasukkan hanjuang ke dalam suku Laxmanniaceae. Namun demikian, beberapa pustaka lain memasukkannya ke dalam Liliaceae (suku bakung-bakungan) serta Agavaceae.
Nama hanjuang juga dipakai untuk sekelompok tumbuhan dari marga Dracaena.
Daun hanjuang khas, berbentuk lanset, berukuran agak besar dan berwarna hijau kemerah-merahan (Cordyline) atau berwarna hijau muda (Dracaena).Cordyline terminalis

[sunting]Jenis

Kebanyakan jenis Cordyline merupakan tanaman hias karena warna daunnya yang berubah menjadi merah jika mendapat sinar matahari langsung. Beberapa jenisnya:
  • Cordyline australis
  • Cordyline banksii
  • Cordyline fruticosa syn. C. terminalis (hanjuang biasa)
  • Cordyline haageana
  • Cordyline indivisa
  • Cordyline obtecta syn. C. kasparC. baueri dari Selandia Baru
  • Cordyline pumilio
  • Cordyline stricta

[sunting]Kegunaan

Hanjuang Cordyline sering dipakai sebagai tanaman pelindung dan pembatas blok pada sawah, ladang, serta perkebunan teh atau kina di Indonesia. Hanjuang, terutama C. fruticosa, populer sebagai tanaman hias. Daun hanjuang dipakai sebagai pembungkus makanan. Hasil penelitian menunjukkan, bungkus daun hanjuang memiliki kemampuan antibakterial.[1]
Dalam masyarakat Sunda, Jawa, serta Bali, hanjuang memiliki makna sebagai "pembatas ruang", baik secara harafiah maupun filosofis.
Angsana

?Angsana
Ranting angsana (Pterocarpus indicus) yang menggantung.Darmaga, Bogor, Jawa Barat
Ranting angsana (Pterocarpus indicus) yang menggantung.
DarmagaBogorJawa Barat
Status konservasi
Status tidak sah (IUCN 2.3)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:Plantae
Divisi:Magnoliophyta
Kelas:Magnoliopsida
Ordo:Fabales
Famili:Fabaceae
Upafamili:Faboideae
Bangsa:Dalbergieae
Genus:Pterocarpus
Spesies:P. indicus
Nama binomial
Pterocarpus indicus
Willd.
Sinonim
Pterocarpus papuanus Mueller (1886)
Pterocarpus wallichii Wight & Arn. (1834)
Pterocarpus zollingeri Miq. (1855)
Angsana atau sonokembang (Pterocarpus indicus) adalah sejenis pohon penghasil kayu berkualitas tinggi dari suku Fabaceae (=Leguminosae, polong-polongan). Kayunya keras, kemerah-merahan, dan cukup berat, yang dalam perdagangan dikelompokkan sebagai narra atau rosewood.[2]
Di pelbagai daerah, angsana dikenal dengan nama-nama yang mirip: asan (Aceh); sena, sona, hasona (Batak); asana, sana, langsano, lansano(Min.); angsana, babaksana (Btw.); sana kembang (Jw.Md.). Namun juga, nara (BimaSeram), nar, na, ai na (Tim.), nala (Seram, Haruku), lana(Buru), lala, lalan (Amb.), ligua (TernateTidoreHalm.), linggua (Maluku) dan lain-lain.[3]
Sebutan di negara-negara yang lain, di antaranya: apalit (Filipina), pradu (Thailand), chan dêng (Laos), padauk, sena, ansanah (Burma), Malay padauk, red sandalwood, amboyna (bahasa Inggris), serta santal rouge, amboine (bahasa Perancis).[2]



























Pengenalan

Pohon angsana
Pohon, yang kadang-kadang menjadi raksasa rimba, tinggi hingga 40m dan gemang mencapai 350cm.[2]Batang sering beralur atau berbonggol; biasanya dengan akar papan (banir). Tajuk lebat serupa kubah, dengan cabang-cabang yang merunduk hingga dekat tanah. Pepagan (kulit kayu) abu-abu kecoklatan, memecah atau serupa sisik halus, mengeluarkan getah bening kemerahan apabila dilukai.[4]
Daun majemuk menyirip gasal, panjang 12-30 cm. Anak daun 5-13, berseling pada poros daun, bundar telur hingga agak jorong, 6-10 × 4-5 cm, dengan pangkal bundar dan ujung meruncing, hijau terang, gundul, dan tipis.[4]
Buah angsana
Bunga-bunga berkumpul dalam malai di ketiak, 9-15 cm panjangnya. Bunga berkelamin ganda, berwarna kuning dan berbau harum semerbak, berbilangan-5. Kelopak serupa lonceng, berdiameter 6mm, dua taju teratas lebih besar dan kadang-kadang menyatu. Mahkota lepas-lepas, berkuku, bendera bundar telur terbalik atau seperti sudip. Benang sari 10 helai, yang teratas lepas atau bersatu.[4]
Buah polong bundar pipih, dikelilingi sayap tipis seperti kertas, lk. 6cm diameternya, tidak memecah ketika masak. Biji 1-4 butir.[4] Polong akan masak dalam waktu 4-6 bulan, berwarna kecoklatan ketika mengering. Bagian tengah polong gundul pada forma indicus dan berbulu sikat pada forma echinatus (Pers.) Rojo. Ada pula bentuk-bentuk antaranya.[5]

[sunting]Ekologi dan persebaran

Lukisan menurut Blanco
Tak seperti anggota marga Pterocarpus yang lain, yang menyukai wilayah ugahari, angsana menyukai lingkungan hutan hujan tropika. Secara alami, pohon ini ditemukan mulai dari Burma bagian selatan, melewati Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara hingga ke Pasifik barat, termasuk di Cina selatan, Kep.Ryukyu, dan Kep. Solomon.[6]
Di Jawa, pada masa lalu banyak ditemukan tumbuh tersebar di hutan-hutan hingga ketinggian 500m dpl., terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Kalimantan didapati tumbuh liar di rawa-rawa pantai, di sepanjang aliran sungai pasang surut. Buahnya yang tua dan mengering, disebarkan oleh angin, aliran air dan arus laut.[4]
Angsana biasa ditanam orang untuk berbagai keperluan. Pohon ini mudah diperbanyak dengan biji maupun dengan stek cabang dan rantingnya. Kini angsana juga telah menyebar luas hingga ke AfrikaIndiaSrilankaTaiwanOkinawaHawaii dan Amerika Tengah.[2]

[sunting]Pemanfaatan

Angsana yang ditanam untuk pagar hidup
Kuat dan awet, serta tahan cuaca, kayu sonokembang (narra) dapat digunakan dalam konstruksi ringan maupun berat. Dalam bentuk balok, kasau, papan dan panil kayu yang lain untuk rangka bangunan, penutup dinding, tiang, pilar, jembatan, bantalan rel kereta api, kayu-kayu penyangga, untuk konstruksi perairan bahari dan lain-lain.[2]
Warna dan motif serat kayunya yang indah kemerah-merahan, menjadikan kayu sonokembang sebagai kayu pilihan untuk pembuatan mebel, kabinet berkelas tinggi, alat-alat musik, lantai parket, panil kayu dekoratif, gagang peralatan, serta untuk dikupas sebagai venir dekoratif untuk melapisi kayu lapisdan meja berharga mahal. Sifat kembang susutnya yang rendah setelah kering, menjadikan kayu ini cocok untuk pembuatan alat-alat yang membutuhkan ketelitian.[2]
Batang yang terserang penyakit sehingga berkenjal (monggol) menghasilkan kayu yang kuat dan bermotif bagus, yang terkenal sebagai “amboyna”.[2]Istilah ini berasal dari nama tempat Ambon, yang pada masa silam banyak mengeluarkan kayu termaksud yang diperdagangkan sebagai lingguakayu buku atau kayu akar (Bld.wortelhout). Namun sebenarnya kayu berpenyakit ini, yang serupa dengan kayu gembol pada pohon jati, terutama dihasilkan oleh wilayah timur Pulau Seram.[3]
Getah yang keluar dari pepagan akan mengental dan berwarna merah gelap, yang disebut kino atau sangre de drago (darah naga), dan memiliki daya obat (astringensia). Secara tradisional, pepagan pohon ini biasa direbus dan airnya digunakan untuk menghentikan murus (diare) atau sebagai obat kumur untuk menyembuhkan seriawan. Air rendaman daun-daunnya digunakan untuk keramas agar rambut tumbuh lebih baik; sementara daun mudanya yang dilayukan digunakan untuk mempercepat masaknya bisul.[3] Kino dan ekstrak daun angsana juga dilaporkan memiliki khasiat untuk mengendalikan tumor dan kanker. [7]
Angsana juga sering ditanam sebagai pagar hidup dan pohon pelindung di sepanjang tepi kebun wanatani. Perakarannya yang baik dan dapat mengikatnitrogen, mampu membantu memperbaiki kesuburan tanah. Karena tajuknya yang rindang, angsana kemudian juga populer sebagai tanaman peneduh dan penghias tepi jalan di perkotaan, khususnya di Asia Tenggara.[2] Akan tetapi pohon-pohon angsana yang ditanam di tepi jalan, kebanyakan berasal dari stek batang yang berakar dangkal, sehingga mudah tumbang. Lagipula, pohon-pohon peneduh yang sering mengalami pemangkasan akan menumbuhkan cabang-cabang baru (trubusan) yang rapuh dan mudah patah; dengan demikian perlu berhati-hati bila menanamnya di daerah yang banyak berangin.

[sunting]Sifat-sifat kayu

Venir kayu sonokembang dengan pola khasnya
Kayu narra (Pterocarpus spp.) termasuk kayu keras hingga keras-sedang, berat-sedang, liat dan lenting. Berat jenisnya sekitar 0.55-0.94 pada kadar air 15%. Kayu terasnya tahan lama, termasuk dalam penggunaan yang berhubungan dengan tanah, dan tahan terhadap serangan rayap; namun sukar dimasuki bahan pengawet.[2]
Kayu teras narra berwarna kekuning-kuningan coklat muda hingga kemerah-merahan coklat, dengan coreng-coreng berwarna lebih gelap. Kayu gubal jelas terbedakan, berwarna kuning jerami pucat hingga kelabu cerah. Tekstur kayu berkisar antara halus-sedang hingga kasar-sedang, dengan urat kayu yang bertautan atau bergelombang. Kayu ini berbau harum dan mengandung santalin, suatu komponen kristalin merah yang menyusun bahan warna utama[2]
Pada umumnya kayu narra mudah dikerjakan dan tidak merusak gigi gergaji. Sifat kayu ini sangat baik untuk dibubut dan dipahat; cukup baik untuk diampelas, dipelitur dan direkat. Tergolong baik untuk dipaku dan disekrup, namun papan narra yang tipis agak mudah pecah apabila dipaku.[2]

[sunting]Perdagangan dan konservasi

Pada masa silam, kayu sonokembang merupakan salah satu kayu yang digemari penduduk Indonesia, baik karena kualitas kayunya, keindahan motifnya, maupun karena ukurannya yang besar.[3] Karena telah hampir punah di alam, kini Indonesia praktis tidak lagi menghasilkan kayu ini dalam aras yang berarti secara ekonomi.
Nasib yang hampir serupa juga dialami oleh FilipinaPapua Nugini dan Thailand; tiga negara produsen utama kayu sonokembang. Berjaya mengekspor kayu narra hingga 3 juta kg di tahun 1985, produksi kayu ini terus menurun di Filipina sehingga pada dua tahun berikutnya tinggal 0,4 juta kg yang bisa diekspor. Di Papua Nugini, karena mahal nilainya, ekspor kayu ini dilarang terkecuali setelah diolah. Sementara Thailand pada tahun 1990 telah memerlukan tambahan pasokan kayu ini dari Burma dan beberapa negara di Indocina, agar ekspor kayu narra gergajian yang dilakukannya bisa tetap berlangsung. Eksploitasi yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh kemampuan regenerasi tegakan di alam, diduga menjadi salah satu penyebab utama penyusutan populasi angsana di alam. Sebab yang lain ialah hilangnya habitat alami angsana oleh karena perladangan. Bahkan pohon ini diduga telah habis di habitat alaminya di Semenanjung Malaya.[2]
Mengingat tekanan yang tinggi atas populasinya di alam, sejak 1998 Badan Konservasi Dunia IUCN telah memasukkan Pterocarpus indicus ke dalam kategori Rentan (VU, vulnerable).[1]

[sunting]Kerabat dekat

Marga Pterocarpus memiliki 20 spesies anggotanya, kebanyakan menyebar di Afrika barat (11 spesies). Di wilayah Indo-Pasifik dijumpai sebanyak 5 spesies, satu spesies di antaranya menyebar secara alami dan merata di kawasan Malesia, yakni P. indicus.[2]
Empat spesies lain di Indo-Pasifik tersebut, yang juga menghasilkan kayu narra adalah[2]:
  • Pterocarpus dalbergioides Roxb. ex DC., dari Kep. Andaman
  • Pterocarpus macrocarpus Kurz, dari Burma, Thailand dan Indocina.
  • Pterocarpus marsupium Roxb., dari India; serta
  • Pterocarpus santalinus L.f., dari India.

[sunting]Simbol

Angsana adalah pohon identitas nasional Filipina; juga merupakan pohon identitas propinsi-propinsi Chonburi dan Phuket di Thailand.

[sunting]


Anting-anting

ANTING-ANTING (Acalypha australis Linn) 
     
Uraian : 
Merupakan tanaman herba semusim, tegak dan berambut. Batang tingginya antara 30-50 cm, bercabang dengan garis memanjang kasar. Dapat tumbuh di pinggir jalan, lapangan rumput, lereng gunung. Daun letaknya berseling dan berbentuk bulat lonjong sampai lanset, bagian ujung dan pangkal daun lancip, tepi bergerigi. Bunga berkelamin tunggal dan berumah satu, keluar dari ketiak daun, bunganya kecil-kecil dalam rangkaian berupa malai. Buahnya kecil. 
Khasiat untuk kesehatan : 
Digunakan untuk mengobati disentri basiler dan disentri amuba, diare, kekurangan nutrisi, mimisan; muntah darah, berak darah, kencing darah, malaria. 
Komposisi : 
Rasa pahit, astrigen, sejuk. Anti-radang, antibiotik, peluruh air seni, astrigen menghentikan perdarahan (hemostatik).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar