Dalam dunia binatang, aspek kebebasan dalam segala hal sangat menonjol.
Namun kebebasan yang berlaku di dunia makhluk-makhluk itu wajar-wajar
saja. Anak menghamili induknya tentu bukan perkara tabu. Dan induk
memangsa anaknya, juga buka sebuah tindakan sadisme. Mengeluarkan suara
dengan keras di sembarang tempatpun bukan kesalahan. Karena sekali
lagi, dalam dunia binatang tidak ada aturan yang mengikat, tidak ada
norma yang membatasi dan syariat khusus yang digulirkan bagi mereka
saat 'bermuamalah' dengan sesama.
Sudah tentu, ada perbedaan teramat besar antara dunia binatang dan manusia. Manusia adalah makhluk beradab. Secara khusus Allah swt menganugerahi manusia akal pikiran, hati dan jiwa yang lurus. Kemurahan Allah swt berlanjut bagi mereka dengan mengutus rasul-rasul untuk memelihara mereka dari penyimpangan dan memperingatkan mereka dari kesesatan. Allah swt tidak membiarkan mereka begitu saja tanpa bimbingan dan petunjuk dari-Nya. Dengan begitu, seluruh organ yang mereka miliki akan berfungsi sebagaimana mestinya untuk mendengar dan menjalankan perintah-perintah Allah swt, Dzat yang menciptakannya.
Itulah organ-organ tubuh yang berfungsi secara hakiki, yakni dipergunakan sebesar-besarnya untuk ketaatan kepada-Nya, tidak dipergunakan untuk melanggar dan menentang aturan-Nya. Tidak heran, bila kaum munafikin disebut kaum yang bisu, tuli dan buta, karena tiga organ ini tidak mereka fungsikan sebagai sarana memperoleh hidayah-Nya dan ketaatan kepada-Nya. Allah swt berfirman tentang mereka:
"Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)" (Al-Baqarah:17-18)
Demikianlah vonis bagi mereka di dunia ini karena tidak mengindahkan syariat dan petunjuk Allah swt, kendatipun bibir mengakui sebagai kaum muslimin. Ini berlaku bagi siapa saja yang memiliki kriteria seperti mereka.
Dalam Islam, seseorang berhak untuk berbicara, berpendapat, maupun bertindak. Namun, itu semua tidak boleh bertabrakan dengan rambu-rambu aturan Islam, aturan Ilahi yang mengandung seluruh kemaslahatan yang dibutuhkan umat manusia. Jika tidak, kehancuranlah yang akan terjadi. Baik kehancuran itu menimpa masyarakat, individu atau sebuah bangsa sekalipun. Sebab, seperti dikatakan oleh Imam Syatibi rahimahullah dalam Al-Muwaafaqaat, tujuan syariat Islam adalah mengentaskan orang mukallaf dari jerat hawa nafsu dan akhirnya taat hanya kepada Allah swt dan rasul-Nya.
Ketika ada yang enggan mengikuti syariat atau dengan bahasa lain enggan diatur Islam, pada dasarnya ia telah merelakan dirinya terjerat belenggu hawa nafsu yang akan selalu menggiring kepada kejelekan. Ya, hawa nafsu hanya akan menyeret manusia kepada kegelapan demi kegelapan, tanpa ada cahayanya sama sekali.
Aneh memang, lari dari aturan Allah swt untuk menjadi korban hawa nafsu dengan maknanya yang luas. Berani menyuarakan kebatilan dengan gagah berani karena dapat jaminan ekonomi, menghabiskan hari-hari dalam maksiat, merampas harta orang lain, menzhalimi manusia yang tidak bersalah, menghempaskan nyawa sesama tanpa alasan yang dibenarkan, menginjak-injak kehormatan orang lain, ini sedikit contoh penjabaran dari jerat hawa nafsu terhadap manusia.
Secara khusus, apa yang disuarakan kalangan liberal sangat bertentangan dengan aturan Allah, bahkan akal sehat pun tidak dapat menerimanya. Sadar atau tidak, mereka tengah menjajakan sampah dari bangsa Barat yang memang menginginkan kehancuran Islam melalui "Ghazwul Fikri" (perang pemikiran). Mereka tahu, akan lebih efektif bila penyuara gagasan mereka berasal dari kaum Muslimin. Untuk itu, umat sekarang memerlukan sekali keberadaan sosok khalifah Umar bin Khatab radhiallahu'anhu yang sangat tegas melawan pemikiran yang menyimpang. Dahulu, pukulan di kepala berhasil menyadarkan orang yang memiliki pemikiran aneh tentang ayat-ayat Allah swt.
Semoga Allah swt mengembalikan umat untuk mengikuti dan mengagungkan aturan-aturan Allah yang mulia.
Sudah tentu, ada perbedaan teramat besar antara dunia binatang dan manusia. Manusia adalah makhluk beradab. Secara khusus Allah swt menganugerahi manusia akal pikiran, hati dan jiwa yang lurus. Kemurahan Allah swt berlanjut bagi mereka dengan mengutus rasul-rasul untuk memelihara mereka dari penyimpangan dan memperingatkan mereka dari kesesatan. Allah swt tidak membiarkan mereka begitu saja tanpa bimbingan dan petunjuk dari-Nya. Dengan begitu, seluruh organ yang mereka miliki akan berfungsi sebagaimana mestinya untuk mendengar dan menjalankan perintah-perintah Allah swt, Dzat yang menciptakannya.
Itulah organ-organ tubuh yang berfungsi secara hakiki, yakni dipergunakan sebesar-besarnya untuk ketaatan kepada-Nya, tidak dipergunakan untuk melanggar dan menentang aturan-Nya. Tidak heran, bila kaum munafikin disebut kaum yang bisu, tuli dan buta, karena tiga organ ini tidak mereka fungsikan sebagai sarana memperoleh hidayah-Nya dan ketaatan kepada-Nya. Allah swt berfirman tentang mereka:
"Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)" (Al-Baqarah:17-18)
Demikianlah vonis bagi mereka di dunia ini karena tidak mengindahkan syariat dan petunjuk Allah swt, kendatipun bibir mengakui sebagai kaum muslimin. Ini berlaku bagi siapa saja yang memiliki kriteria seperti mereka.
Dalam Islam, seseorang berhak untuk berbicara, berpendapat, maupun bertindak. Namun, itu semua tidak boleh bertabrakan dengan rambu-rambu aturan Islam, aturan Ilahi yang mengandung seluruh kemaslahatan yang dibutuhkan umat manusia. Jika tidak, kehancuranlah yang akan terjadi. Baik kehancuran itu menimpa masyarakat, individu atau sebuah bangsa sekalipun. Sebab, seperti dikatakan oleh Imam Syatibi rahimahullah dalam Al-Muwaafaqaat, tujuan syariat Islam adalah mengentaskan orang mukallaf dari jerat hawa nafsu dan akhirnya taat hanya kepada Allah swt dan rasul-Nya.
Ketika ada yang enggan mengikuti syariat atau dengan bahasa lain enggan diatur Islam, pada dasarnya ia telah merelakan dirinya terjerat belenggu hawa nafsu yang akan selalu menggiring kepada kejelekan. Ya, hawa nafsu hanya akan menyeret manusia kepada kegelapan demi kegelapan, tanpa ada cahayanya sama sekali.
Aneh memang, lari dari aturan Allah swt untuk menjadi korban hawa nafsu dengan maknanya yang luas. Berani menyuarakan kebatilan dengan gagah berani karena dapat jaminan ekonomi, menghabiskan hari-hari dalam maksiat, merampas harta orang lain, menzhalimi manusia yang tidak bersalah, menghempaskan nyawa sesama tanpa alasan yang dibenarkan, menginjak-injak kehormatan orang lain, ini sedikit contoh penjabaran dari jerat hawa nafsu terhadap manusia.
Secara khusus, apa yang disuarakan kalangan liberal sangat bertentangan dengan aturan Allah, bahkan akal sehat pun tidak dapat menerimanya. Sadar atau tidak, mereka tengah menjajakan sampah dari bangsa Barat yang memang menginginkan kehancuran Islam melalui "Ghazwul Fikri" (perang pemikiran). Mereka tahu, akan lebih efektif bila penyuara gagasan mereka berasal dari kaum Muslimin. Untuk itu, umat sekarang memerlukan sekali keberadaan sosok khalifah Umar bin Khatab radhiallahu'anhu yang sangat tegas melawan pemikiran yang menyimpang. Dahulu, pukulan di kepala berhasil menyadarkan orang yang memiliki pemikiran aneh tentang ayat-ayat Allah swt.
Semoga Allah swt mengembalikan umat untuk mengikuti dan mengagungkan aturan-aturan Allah yang mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar