Pertanyaan :
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz Ahmad Junaidi, pengasuh rubrik konsultasi yang saya hormati, saya mempunyai beberapa pertanyaan :
Syahrul Hidayat
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz Ahmad Junaidi, pengasuh rubrik konsultasi yang saya hormati, saya mempunyai beberapa pertanyaan :
- Apakah dalam Islam ada istilah ilmu hitam dan ilmu putih ?
- Apakah benar jika kita menaruh garam di atas pintu dapat menetralisir kejahatan syetan, sebagaimana air laut menetralisir sampah yang mengalir dari sungai ?
- Teman saya pernah bertanya ke dukun, Katanya teman saya harus diruwat dan harus memakai jimat yang akan diberikan jika berobat ke dukun tersebut. Bagaimana hukumnya menurut Islam ?
Syahrul Hidayat
Jawaban :
Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh
Saudara dan saudariku seiman dan seakidah yang mudah-mudahan dirahmati Allah SWT dimana pun anda berada, Islam yang kita yakini kebenarannya dan yang menjadi pilihan kita untuk bernaung di bawah panji-panjinya adalah agama yang syamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Dikarenakan Islam memiliki ciri khas yang demikian, maka Islam mewajibkan kepada semua pemeluknya untuk mencari ilmu semenjak manusia masih dalam buaian sampai ajal menjemput. Islam tidak hanya mewajibkan, akan tetapi juga memberi penghargaan yang setinggi-tingginya bagi umatnya yang beriman dan berilmu.
Allah SWT berfirman di dalam kitab suci Al-Qur’an,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, berdirilah kamu, rnaka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah: 11)
Di dalam hadits shahih Rasulullah SAW bersabda, dari Anas bin Malik,”Mencari ilmu itu fardhu (wajib) bagi setiap muslim, dan orang yang menempatkan ilmu tidak kepada ahlinya maka ia seperti orang yang mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas.” (HR. Ibnu Majah). Sejak zaman Rasulullah SAW sampai saat ini semua umat Islam sepakat akan wajibnya menuntut ilmu, akan tetapi apakah semua orang Islam harus menguasai semua disiplin ilmu? Tentu tidak demikian. Karena Allah SWT tidak akan membebani hamba-Nya kecuali menurut kesanggupannya (Al-Baqarah: 286).
Ilmu pertama yang wajib diketahui oleh seorang hamba adalah ilmu tentang pokok-pokok agama dan ia merupakan ilmu yang paling mulia, karena kemuliaan ilmu itu tergantung pada kemuliaan yang diketahui (Syarah Aqidah Thahawiyah hal: 5).
Dari sinilah ulama menyimpulkan adanya ilmu yang fardhu ain (wajib setiap orang untuk mempelajarinya) seperti; ilmu sholat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Juga ada ilmu yang fardhu kifayah (tidak wajib setiap orang untuk menguasainya akan tetapi harus ada di antara mereka yang menguasainya) seperti ilmu kedokteran, teknologi dan sebagainya. Tidak ada dari kalangan ulama mana pun baik salaf (yang terdahulu) atau khalaf (masa kini) yang menyatakan bahwa dalam agama Islam itu ada ilmu putih dan ilmu hitam. Namun demikian, bukan berarti istilah ilmu hitam dan ilmu putih yang sudah melegenda di masyarakat kita tidak ada sama sekali fenomenanya karena hal tersebut ada dan terdapat dalam sihir. Di dalam ilmu sihir ada yang dikenal as-sihrul abyadh (sihir putih) dan as-sihrul aswad (sihir hitam/black magic) (lihat kitab: Nahwa Mausu’ah Syar’iyyah fi llmirruqo, jilid 3 hal 222).
Disebut sihir putih biasanya digunakan untuk tujuan membantu orang lain dan untuk keilmuan. Contoh sihir mahabbah (pelet), sihir untuk pengobatan, ramalan, penjagaan diri atau rumah, dan lain-lain. Sedang sihir hitam ditujukan untuk menyakiti (menzhalimi) orang lain. Contoh: sihir pemisah antara suami istri, sihir untuk membunuh atau membuat sakit-sakitan (santet), hipnotis untuk merampok harta atau kehormatan, menghancurkan usaha atau jabatan orang lain (hasad), dan lain-lain.
Walaupun disebut ilmu putih (sihir putih) dan ilmti hitam (sihir hitam) menurut para ulama keduanya tidak berbeda isi, kandungan dan eksistensinya. Yakni, persekongkolan antara penyihir dan syetan agar penyihir melakukan perbuatan haram atau kesyirikan sebagai imbalan bantuan dan kesetiaan syetan kepadanya (As Sharim al Battar hal. 8). Hukum mempelajarinya sama haramnya dan pelakunya dihukumi kufur keluar dari agama (lihat kitab: Nahwa Mausu’ah syar’iyyah fi ilmirruqo, jilid 3 hal 222).
Di dalam hadits shahih Rasulullah SAW melarang mendekati sihir. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan. Para sahabat bertanya: “Apa saja wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Syirik (menyekutukan) Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perternpuran,dan rnenuduh wanita baik-baik berbuat zina.” (HR. Bukhari no. 6.465 dan Muslim no. 89).
Berhati-hatilah ketika menuntut ilmu. Jangan sampai karena terpengaruh dengan istilah ilmu putih kemudian kita terjerumus ke dalam lumpur sihir yang menyesatkan disebabkan tidak mengetahui perbedaan antara karamah dengan sihir.
Adapun mengenai garam yang ditaruh di atas pintu apakah bisa menolak jin? Tidak ditemukan dalil yang menyatakan bahwa jin takut pada garam. Jadi hal ini sangat berbau “katanya” (mitos). Yang dapat dijelaskan secara ilmiah ularlah yang bereaksi dengan garam karena kulitnya menjadi sangat sensitif dengan garam. Barangkali karena sebagian jin ada yang menjelma menjadi ular maka disamakan antara ular yang sebenarnya dengan ular yang ‘jadi-jadian”. Padahal keduanya berbeda, karena Rasulullah SAW telah memberikan cara bagaimana kita mengusir ular dari tempat tinggal kita, yaitu dengan memperingatkannya dan memberikan tangguh tiga malam. Apabila ia tetap berada di situ, maka bunuhlah. Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya di setiap rumah ada ‘awamir (jin penunggu rumah)nya. Jika kamu mendapati sesuatu di dalamnnya (ular), maka berilah ia tangguh tiga hari hingga ia pergi. Jika tidak, maka bunulah ia, karena ia adalah jin kafir (syetan).” (HR. Muslim).
Yang lebih parah, jika garam dijadikan jimat. Karena hal ini telah masuk wilayah kesyirikan. Sebab telah menyakini sesuatu dapat memberikan manfaat atau madharat, sesuatu yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh Allah SWT . Seandainya pernyataan Anda di atas benar tentu tidak ada pencemaran air laut yang disebabkan oleh sampah-sampah yang digelontorkan lewat sungai, namun kenyataannya tidaklah demikian. Air laut tetap tercemar. Begitu juga andaikan jin takut pada garam yang jelas rasanya asin sama dengan air laut yang juga asin tentu jin (Iblis) tidak akan membangun singgasananya di lautan sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah SAW di dalam kitab shahih Muslim yang artinya, Dari Jabir bin Abdullah berkata, bersabda Rasulullah, “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air. Kemudian ia mengutus tentara-tentaranya, yang paling dekat derajatnya kepadanya adalah yang paling besar fitnahnya (kepada rnanusia), salah satu dari mereka datang dan berkata, “Aku telah melakukan ini dan itu.” Iblis berkata, “Kamu tidak mengerjakan sesuatu.” Rasulullah bersabda, “Kemudian datanglah salah seorang dari mereka dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya sehingga aku telah memisahkannya dan istrinya.” Rasulullah bersabda, “Kemudian Iblis itu mendekatinya dan berkata, “Kamu yang terhebat.“(HR. Muslim)
Sedang ketika kita meruqyah dan terkadang meminumkan air yang dicampur garam yang telah dibacakan ayat-ayat ruqyah dimaksudkan untuk memancing si pasien agar muntah. Karena biasanya syetan yang terkutuk itu keluar bersama dengan muntahan tadi. Tapi itu bukan keyakinan bahwa jin takut pada garam.
Tentang pertanyaan yang ketiga, kami tidak akan bosan-bosannya untuk mengingatkan saudara seiman agar jangan mendatangi dukun dan yang sebangsanya, karena Rasulullah SAW telah tegas melarang hal tersebut. Dari Abu Thalhah, dari Nabi beliau bersabda, “Barang siapa mendatangi dukun/peramal (dan yang sejenisnya) dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam.” (HR. Muslim no. 2.230)
Jika mendatangi dan bertanya saja dilarang, apalagi bersedia mendengar solusi yang diberikan. Tentu lebih terlarang lagi. Apalagi ruwatan itu bukan dari Islam tapi ajaran kejawen yang bersumberkan dari ajaran nenek moyang yang nota bene mereka beragama non Islam. Dalam ajaran itu, ruwatan bertujuan untuk membuang sengkolo (sial) yang ada pada diri seseorang, atau biasanya untuk melindungi agar orang yang diruwat itu selamat dari bathorokolo, buto ijo (dewa-dewa jahat) dan lain sebagainya.
Sekali lagi, itu semua bukan ajaran Islam. Justru agama ini memerintahkan umatnya untuk bertawakal kepada Allah SWT semata. Karena segala sesuatu itu terjadi atas kehendak-Nya. Orang yang paling sial adalah orang yang tidak menerima ajaran dari Allah SWT, Tuhan yang telah menciptakannya dan menghidupkannya serta memberinya rezeki. Di akhirat kelak Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban mereka atas semua perbuatan yang telah ia lakukan.
Demikian juga memakai jimat, itu dilarang dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jampi (yang tidak syar’i), jimat dan tiwalah adalah syirik”. Mereka berkata, ‘Wahai Abu Abdurrahman, jampi dan jimat, kami telah paham, Tapi apakah taulah (tiwalah) itu? Beliau menjawab, ‘Tiwalah adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk merebut cinta suaminya (pelet), dan ini termasuk sihir.’ (HR. Ibnu Hibban no. 6.090)
Hadits yang semakna dengan hadits di atas juga diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3.883, Al-Hakim no. 8.290.
Akhirnya, marilah kita senantiasa berhati-hati dalam menjaga akidah ini. Jangan sampai tertipu oleh pengelabuan dan tipudaya syetan yang selalu menghias kebatilan menjadi suatu yang terlihat seperti hak (benar).
Wallahu a’lam.
Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh
Saudara dan saudariku seiman dan seakidah yang mudah-mudahan dirahmati Allah SWT dimana pun anda berada, Islam yang kita yakini kebenarannya dan yang menjadi pilihan kita untuk bernaung di bawah panji-panjinya adalah agama yang syamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Dikarenakan Islam memiliki ciri khas yang demikian, maka Islam mewajibkan kepada semua pemeluknya untuk mencari ilmu semenjak manusia masih dalam buaian sampai ajal menjemput. Islam tidak hanya mewajibkan, akan tetapi juga memberi penghargaan yang setinggi-tingginya bagi umatnya yang beriman dan berilmu.
Allah SWT berfirman di dalam kitab suci Al-Qur’an,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, berdirilah kamu, rnaka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah: 11)
Di dalam hadits shahih Rasulullah SAW bersabda, dari Anas bin Malik,”Mencari ilmu itu fardhu (wajib) bagi setiap muslim, dan orang yang menempatkan ilmu tidak kepada ahlinya maka ia seperti orang yang mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas.” (HR. Ibnu Majah). Sejak zaman Rasulullah SAW sampai saat ini semua umat Islam sepakat akan wajibnya menuntut ilmu, akan tetapi apakah semua orang Islam harus menguasai semua disiplin ilmu? Tentu tidak demikian. Karena Allah SWT tidak akan membebani hamba-Nya kecuali menurut kesanggupannya (Al-Baqarah: 286).
Ilmu pertama yang wajib diketahui oleh seorang hamba adalah ilmu tentang pokok-pokok agama dan ia merupakan ilmu yang paling mulia, karena kemuliaan ilmu itu tergantung pada kemuliaan yang diketahui (Syarah Aqidah Thahawiyah hal: 5).
Dari sinilah ulama menyimpulkan adanya ilmu yang fardhu ain (wajib setiap orang untuk mempelajarinya) seperti; ilmu sholat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Juga ada ilmu yang fardhu kifayah (tidak wajib setiap orang untuk menguasainya akan tetapi harus ada di antara mereka yang menguasainya) seperti ilmu kedokteran, teknologi dan sebagainya. Tidak ada dari kalangan ulama mana pun baik salaf (yang terdahulu) atau khalaf (masa kini) yang menyatakan bahwa dalam agama Islam itu ada ilmu putih dan ilmu hitam. Namun demikian, bukan berarti istilah ilmu hitam dan ilmu putih yang sudah melegenda di masyarakat kita tidak ada sama sekali fenomenanya karena hal tersebut ada dan terdapat dalam sihir. Di dalam ilmu sihir ada yang dikenal as-sihrul abyadh (sihir putih) dan as-sihrul aswad (sihir hitam/black magic) (lihat kitab: Nahwa Mausu’ah Syar’iyyah fi llmirruqo, jilid 3 hal 222).
Disebut sihir putih biasanya digunakan untuk tujuan membantu orang lain dan untuk keilmuan. Contoh sihir mahabbah (pelet), sihir untuk pengobatan, ramalan, penjagaan diri atau rumah, dan lain-lain. Sedang sihir hitam ditujukan untuk menyakiti (menzhalimi) orang lain. Contoh: sihir pemisah antara suami istri, sihir untuk membunuh atau membuat sakit-sakitan (santet), hipnotis untuk merampok harta atau kehormatan, menghancurkan usaha atau jabatan orang lain (hasad), dan lain-lain.
Walaupun disebut ilmu putih (sihir putih) dan ilmti hitam (sihir hitam) menurut para ulama keduanya tidak berbeda isi, kandungan dan eksistensinya. Yakni, persekongkolan antara penyihir dan syetan agar penyihir melakukan perbuatan haram atau kesyirikan sebagai imbalan bantuan dan kesetiaan syetan kepadanya (As Sharim al Battar hal. 8). Hukum mempelajarinya sama haramnya dan pelakunya dihukumi kufur keluar dari agama (lihat kitab: Nahwa Mausu’ah syar’iyyah fi ilmirruqo, jilid 3 hal 222).
Di dalam hadits shahih Rasulullah SAW melarang mendekati sihir. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan. Para sahabat bertanya: “Apa saja wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Syirik (menyekutukan) Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perternpuran,dan rnenuduh wanita baik-baik berbuat zina.” (HR. Bukhari no. 6.465 dan Muslim no. 89).
Berhati-hatilah ketika menuntut ilmu. Jangan sampai karena terpengaruh dengan istilah ilmu putih kemudian kita terjerumus ke dalam lumpur sihir yang menyesatkan disebabkan tidak mengetahui perbedaan antara karamah dengan sihir.
Adapun mengenai garam yang ditaruh di atas pintu apakah bisa menolak jin? Tidak ditemukan dalil yang menyatakan bahwa jin takut pada garam. Jadi hal ini sangat berbau “katanya” (mitos). Yang dapat dijelaskan secara ilmiah ularlah yang bereaksi dengan garam karena kulitnya menjadi sangat sensitif dengan garam. Barangkali karena sebagian jin ada yang menjelma menjadi ular maka disamakan antara ular yang sebenarnya dengan ular yang ‘jadi-jadian”. Padahal keduanya berbeda, karena Rasulullah SAW telah memberikan cara bagaimana kita mengusir ular dari tempat tinggal kita, yaitu dengan memperingatkannya dan memberikan tangguh tiga malam. Apabila ia tetap berada di situ, maka bunuhlah. Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya di setiap rumah ada ‘awamir (jin penunggu rumah)nya. Jika kamu mendapati sesuatu di dalamnnya (ular), maka berilah ia tangguh tiga hari hingga ia pergi. Jika tidak, maka bunulah ia, karena ia adalah jin kafir (syetan).” (HR. Muslim).
Yang lebih parah, jika garam dijadikan jimat. Karena hal ini telah masuk wilayah kesyirikan. Sebab telah menyakini sesuatu dapat memberikan manfaat atau madharat, sesuatu yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh Allah SWT . Seandainya pernyataan Anda di atas benar tentu tidak ada pencemaran air laut yang disebabkan oleh sampah-sampah yang digelontorkan lewat sungai, namun kenyataannya tidaklah demikian. Air laut tetap tercemar. Begitu juga andaikan jin takut pada garam yang jelas rasanya asin sama dengan air laut yang juga asin tentu jin (Iblis) tidak akan membangun singgasananya di lautan sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah SAW di dalam kitab shahih Muslim yang artinya, Dari Jabir bin Abdullah berkata, bersabda Rasulullah, “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air. Kemudian ia mengutus tentara-tentaranya, yang paling dekat derajatnya kepadanya adalah yang paling besar fitnahnya (kepada rnanusia), salah satu dari mereka datang dan berkata, “Aku telah melakukan ini dan itu.” Iblis berkata, “Kamu tidak mengerjakan sesuatu.” Rasulullah bersabda, “Kemudian datanglah salah seorang dari mereka dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya sehingga aku telah memisahkannya dan istrinya.” Rasulullah bersabda, “Kemudian Iblis itu mendekatinya dan berkata, “Kamu yang terhebat.“(HR. Muslim)
Sedang ketika kita meruqyah dan terkadang meminumkan air yang dicampur garam yang telah dibacakan ayat-ayat ruqyah dimaksudkan untuk memancing si pasien agar muntah. Karena biasanya syetan yang terkutuk itu keluar bersama dengan muntahan tadi. Tapi itu bukan keyakinan bahwa jin takut pada garam.
Tentang pertanyaan yang ketiga, kami tidak akan bosan-bosannya untuk mengingatkan saudara seiman agar jangan mendatangi dukun dan yang sebangsanya, karena Rasulullah SAW telah tegas melarang hal tersebut. Dari Abu Thalhah, dari Nabi beliau bersabda, “Barang siapa mendatangi dukun/peramal (dan yang sejenisnya) dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam.” (HR. Muslim no. 2.230)
Jika mendatangi dan bertanya saja dilarang, apalagi bersedia mendengar solusi yang diberikan. Tentu lebih terlarang lagi. Apalagi ruwatan itu bukan dari Islam tapi ajaran kejawen yang bersumberkan dari ajaran nenek moyang yang nota bene mereka beragama non Islam. Dalam ajaran itu, ruwatan bertujuan untuk membuang sengkolo (sial) yang ada pada diri seseorang, atau biasanya untuk melindungi agar orang yang diruwat itu selamat dari bathorokolo, buto ijo (dewa-dewa jahat) dan lain sebagainya.
Sekali lagi, itu semua bukan ajaran Islam. Justru agama ini memerintahkan umatnya untuk bertawakal kepada Allah SWT semata. Karena segala sesuatu itu terjadi atas kehendak-Nya. Orang yang paling sial adalah orang yang tidak menerima ajaran dari Allah SWT, Tuhan yang telah menciptakannya dan menghidupkannya serta memberinya rezeki. Di akhirat kelak Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban mereka atas semua perbuatan yang telah ia lakukan.
Demikian juga memakai jimat, itu dilarang dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jampi (yang tidak syar’i), jimat dan tiwalah adalah syirik”. Mereka berkata, ‘Wahai Abu Abdurrahman, jampi dan jimat, kami telah paham, Tapi apakah taulah (tiwalah) itu? Beliau menjawab, ‘Tiwalah adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk merebut cinta suaminya (pelet), dan ini termasuk sihir.’ (HR. Ibnu Hibban no. 6.090)
Hadits yang semakna dengan hadits di atas juga diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3.883, Al-Hakim no. 8.290.
Akhirnya, marilah kita senantiasa berhati-hati dalam menjaga akidah ini. Jangan sampai tertipu oleh pengelabuan dan tipudaya syetan yang selalu menghias kebatilan menjadi suatu yang terlihat seperti hak (benar).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar