MBAH KUWU CERBON
Mbah Kuwu Cakra Buana, biasa juga disebut dengan Pangeran Walangsungsang anak yang ditemukan oleh sang Mahaprabu, Raja Besar Pasundan Prabu Siliwangi.
Mbah kuwu biasa di sebut baik untuk di hadirkan atau di Tawasulkan dalam setiap ritual dalam jenis apapun di daerah Cirebon.
Demikian sekilas sejarah tentang Mbah Kuwu, tentang kelahiran kembalinya dan juga tentang betapa Waliyulohnya beliau, langsung saja ke tekape yah.
Sejarah Singkat Mbah Kuwu Cirebon Jadi Anak Prabu Siliwangi
Mbah Kuwu dan Istrinya Endang Geulis merasa sudah tua dan waktunya reinkarnasi. Setelah menceburkan diri ke kawah Candra Dimuka Sukma Mbah Kuwu menjadi anak kecil tegantung gantung di hutan belantara. Serta Sukma Istri Mbah Kuwu cirebon masuk ke perut istri Prabu Siliwangi yang sedang hamil tua.
Seketika Istri Prabu Siliwangi bergembira karena dia merasa dewata mengabulkan permintaanya untuk mendapatkan keturunan.
Tiba tiba Istri Prabu Siliwangi ngidam hati menjangan (Kijang). Tetapi Istri Prabu Siliwangi Ingin memakan hati menjangan asalkan Prabu Siliwangi yang memburunya.
Prabu Siliwangi akhirnya berangkat kehutan untuk mendapatkan hati menjangan. Setelah berapa hari mencari menjangan di melihat seorang jabang bayi tergantung gantung di atas pohon dan akhirnya perburuan menjangan dibatalkan dan Prabu Siliwangi menolong jabang bayi yang tergantung gantung di pohon lalau membawanya di kerajaan dengan hati bergembira, karena buruan hati menjangan dilupakan dengan mendapatkan seorang jabang bayi yang sedang didamba dambakannya.
Setelah datang dikerajaan, Istrinya Prabu Siliwangi bertanya
Istri Prabu Siliwangi : Kakang Mana hati menjangannya
Prabu Siliwangi : Aduh, Istriku batalkan saja niatmu itu untuk memakan hati menjangan. Karena aku mendapatkan lebih dari itu.
Istri : Apa itu Kakanda
Prabu : Jabang bayi
Mendengan perkataan Prabu Siliwangi, Istrinya sangat gembira dan senang. Karena merasa akan mendapatkan dua anak yang satu masih dalam kandungan dan yang satunya di bawa dari perburuan Prabu Siliwangi.
Akhir cerita karena anak yang di dapatkan tergantung gantung di pohon dengan kepala di bawah kaki di atas maka Anak itu dikasih nama Walangsungsang dan diangkat menjadi anaknya. Serta anak yang di dalam kandungan istrinya di beri nama Subang Klarang.
BALONG TUK DAN MBAH KUWU
Balong Keramat Pangeran Mancur Jaya yang terletak di Jalan Cideng Jaya, RT 20/RW 04, Desa Kertawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, merupakan salah satu dari sekian tempat keramat yang ada di Cirebon yang cukup menarik untuk diketahui dan dikunjungi.
Raden Mas Suparja, Juru Kunci Balong Keramat Tuk Pangeran Mancur Jaya mengatakan balong keramat tersebut tidak lepas dari sejarah perkembangan Islam di tanah Cirebon, dengan segala keunikan, dan segala mitosnya yang begitu dikenal warga sekitar dan luar Cirebon tentang balong itu.
Balong keramat itu, ada sekitar abad 15, saat itu wilayah Cirebon dilanda kekeringan yang sangat hebat, yang hampir melanda seluruh wilayah Cirebon.
“Pangeran Matangajimat, Pangeran Jakatawa dan Pangeran Mancur Jaya yang membahas kekeringan yang melanda Cirebon. Ketiganya, akhirnya sepakat untuk mencari sumber mata air,” kata Raden Mas Suparja, belum lama ini, ditemui di rumahnya.
Sambil mencari sumber mata air, kata dia, ketiga pangeran itu pun terus menyebarkan ajaran agama Islam ke seluruh pelosok Cirebon.
“Perjalanan ketiga pangeran itu, akhirnya sampai ke wilayah barat Cirebon dan menemukan sebuah pohon yang rimbun. Belakangan diketahui pohon tersebut disebut-sebut tempat berteduhnya Pangeran Cakrabuana atau Pangeran Walangsungsang yang juga dikenal Mbah Kuwu Cirebon Girang,” katanya.
Dia menambahkan saat berada di lokasi itu ketiga pangeran terkejut melihat fenomena alam berupa rembesan air yang keluar dari bawah pohon itu. Ketiga pangeran itu pun selanjutnya mencari sumber air rembesan.
“Namun tak juga ditemukan. Akhirnya mereka sepakat semedi dan berdoa meminta petunjuk.
Saat semedi dan berdoa, tiba-tiba terdengar suara tanpa wujud yang menyuruh ketiga pangeran untuk mengangkat kayu yang mereka duduki. Kayu itu supaya diketukkan ke tanah,” katanya.
Bunyi kayu yang mengenai tanah itu berbunyi ‘tuk’, katanya, kemudian daerah ini dikenal dengan nama Desa Tuk. Selain menimbulkan bunyi ‘tuk’, ketukan kayu ke tanah juga berhasil menyemburkan sumber mata air.
“Adanya sumber air itu, akhirnya menjadi jawaban krisis air yang terjadi di wilayah Cirebon. Air pun menggenang di sebuah balong, yang tidak pernah kering walau pun musim kemarau sekali pun,” katanya.
Dia menambahkan, banyak warga yang mengambil air dari balong ini dan setiap yang mengambil air dari balong itu mesti mengucapkan Syahadat dan Selawat.
“Syaratnya bagi warga yang mau mengambil air di balong itu, mesti mengucapkan Syahadat dan Selawat. Sampai saat ini, persyaratan itu tetap dilakukan, jadi kalaupun orang non-Islam mau mengambil air dari balong keramat itu, maka mesti penuhi persyaratan itu,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar